Baru-baru ini viral di media sosial. Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily melarang film His Only Sun tayang di bioskop Indonesia.
Film His Only Sun adalah sebuah film drama Amerika yang digarap sepenuhnya oleh David Helling. Film ini berlatar utama di Kanaan dan berfokus pada peristiwa yang terjadi dalam Alkitab yaitu dalam Kejadian 22.
Dalam Film tersebut di ceritakan Tuhan memerintahkan Abraham untuk mengorbankan putranya, Ishak, di Gunung Moria sesuai cerita dalam Alkitab.
Film yang diprodksi oleh Commissioned Pictures dan RockBridge Productions tayang di bioskop Indonesia pada Rabu, 30 Agustus 2023. Meskipun sebelumnya telah rilis di Amerika Serikat pada 31 Maret 2023.
Alasan Ace Hasan Syadzily melarang film His Only Sun
Menurutnya film ini penuh dengan kontroversi karena tidak menyajikan kisah sejarah Nabi Ibrahim As dari perspektif agama Islam.
Dalam sejarah agama Islam Nabi Ibrahim memiliki 2 orang anak yaitu Nabi Ishak dan Nabi Ismail. Sedangkan dalam film His Only Sun hanya menganggap ada satu anak Abraham yaitu ishak.
“Jika pemahaman seperti yang tergambar dalam film ini beredar luas. Maka sesungguhnya sama saja dengan meniadakan keterkaitan ajaran Islam dengan sejarah Nabi Ibrahim AS,” kata Ace Hasan.
Ia juga mendesak Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk turun tangan dalam pendistribusian film ini. Karena Film ini sudah tayang di bioskop sejak 30 Agustus 2023, Ace Hasan meminta untuk diberhentikan penayangannya.
BACA JUGA : Akting Iko Uwais Mengimbangi Aktor Hollywood
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI mendadak viral karena penolakannya pada film ini. Banyak warganet yang tidak setuju dengan permintaannya tersebut karena di nilai memiliki sikap arogansi dan tidak bijaksana.
Wakil ketua Departemen Media dan Digitalisasi Program PP Pemuda Katolik, Fransiska Silolongan mengatakan bahwa ini merupakan langkah yang dilakukan untuk mendominasi ruang publik dengan berdasarkan pada mayoritanisme.
“Film His Only Son terinspirasi dari kisah Abraham dalam Alkitab Kristiani, dan harus diingat bahwa umat Kristiani adalah bagian dari bangsa ini, yang berhak menikmati tontonan yang selaras dengan keimanannya di ruang-ruang publik,” tegasnya.
Fransiska juga mengatakan bahwa film tersebut adalah produk komersial. Jadi penonton bisa memutuskan menonton atau tidak adalah hak perorangan dan bebas di masyarakat.