Liputan6.com, Jakarta – Akademisi Universitas Islam ’45 (Unisma) Rasminto berpesan kepada Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo. Agar mengevaluasi penugasan anggota Polri sebagai pengawal pribadi. Kata dia, konflik kepentingan bisa saja terjadi antara tugas resmi mereka sebagai anggota Polri. Dengan kepentingan pribadi dan bisnis pengusaha yang menjadikan mereka pembantu.
Hal itu disampaikan Rasminto terkait tewasnya anggota Satuan Lalu Lintas Polres Manado Brigadir RAT di kawasan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, pada 25 April 2024. RAT diduga bunuh diri saat bertugas sebagai ajudan pengusaha di Jakarta. .
Rasminto yang juga Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Kemanusiaan ini menegaskan. Menugaskan anggota Polri sebagai pembantu/pengawal para pengusaha juga dapat mengalihkan fokus mereka dari tugas pokoknya di bidang keamanan dan penegakan hukum.
“Hal ini tentu menimbulkan risiko terhadap kredibilitas anggota Polri jika terlalu dekat dengan individu atau perusahaan tertentu,” tegasnya.
Mempengaruhi Kesejahteraan Psikologis Anggota
Selain itu, penugasan polisi sebagai pembantu/wali pengusaha berdampak pada kesejahteraan psikologis anggotanya. Apalagi jika Anda terlibat dalam kegiatan yang bertentangan dengan kode etik atau hukum.
Selain itu, BKO ini juga dapat memberikan pengaruh eksternal terhadap institusi Polri. Sebab, potensi pengusaha untuk mencoba memanfaatkan hubungan dengan polisi untuk kepentingan pribadi atau bisnis semakin terbuka lebar.
Bagi Rasminto, evaluasi risiko yang dilakukan Kapolri merupakan salah satu bentuk penegakan hukum. Sebab, penting bagi anggota Polri dan pimpinan untuk mengevaluasi risiko secara cermat. Untuk memastikan tindakan yang diambil sesuai dengan aturan dan prinsip moral dan hukum yang berlaku.
Ketentuan mengenai penugasan anggota polisi sebagai ajudan atau sipir diatur dalam Pasal 4 hingga Pasal 9 Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 4 Tahun 2017 tentang Penugasan Anggota Polisi di Luar Struktur Polri.
Dalam Pasal 8 ayat (1) dan (2), anggota Polri bertugas menjadi pembantu atau pembantu pejabat negara dalam dan luar negeri. Mantan presiden dan wakil presiden (wapres), suami/istri presiden/wakil presiden, pimpinan badan/lembaga/komisi, calon presiden dan wakil presiden serta pejabat lainnya dengan persetujuan Kapolri.